Breaking News

Kebijakan Membingungkan, Pegiat Reggae Dan Seni Lainnya Tak Ada Ruang


PURWOKERTO, reggaeindonesia.co.id - Sebagian masyarakat reggae Banyumas sepertinya sedang merasa gelisah dengan kebijakan yang dilakukan pemerintah kabupaten (Pemkab) Banyumas, pasalnya kebijakan yang dilakukan pemimpin dimasa pandemi cukup membingungkan, apalagi terkait adanya jam malam.

Setidaknya itulah yang turut dirasakan pegiat reggae Indonesia asal kota Purwokerto, Kabupaten Banyumas yakni Anunk Soemargo yang juga merupakan vokalis dari kelompok musik reggae ternama. Menurutnya, corona virus disease (covid-19) ini pasti tidak keluar hanya saat malam hari.

"Apa iya virus ini keluarnya kalau malam hari? padahal kalo soal kerumunan, siang hari jauh lebih berkerumun dibandingkan malam hari," katanya kepada reggaeindonesia.co.id, Selasa (16/2/2021) lalu.

Dengan adanya kebijakan tersebut, lanjut Anunk justru membuat industri hiburan di Banyumas khususnya menjadi mati karena sudah tidak ada lagi ruang untuk berkesenian. Hal tersebut tidak sejalan dengan ruang perekonomian lain yang masih dibuka seperti pasar, mall, toko, dan sebagainya.

Menurut dia, kalau yang menjadi alasan adalah ekonomi harus tetap berjalan maka bagaimana perekonomian pada industri hiburan, sedangkan orang yang berada pada industri tersebut tidak sedikit. Tidak hanya pemain musik, tapi ada juga kru panggung, kru lighting, petugas keamanan eksternal, event organizer, dan banyak yang lainnya. Industri di reggae sendiri yang masih satu ruang dengan hiburan pun berdampak secara langsung.

Ketika dibilang bahwa hiburan menyebabkan kerumunan, Anunk menjadi orang pertama yang membantah anggapan tersebut dan ia menyebutkan bagaimana ketika banyak kerumunan ditempat wisata saat dibuka, ketika banyak orang bersepeda, berolahraga, bertransaksi di pasar, dan sebagainya.

"Kalau hiburan itu dianggap salah satu faktor penyebab terjadinya kerumunan, sebenarnya seberapa kerumunankah tempat hiburan tersebut?," ujar Anunk.

Untuk mengatasi larangan berkreatifitas, para pelaku industri kreatif di Kabupaten Banyumas sebenarnya sudah mencoba dan berfikir kreatif untuk melakukan kegiatan secara virtual. Untuk awal pandemi, mungkin aktifitas ini dirasa berhasil menjadi solusi, namun seiring berjalannya waktu masyarakat akan merasa bosan dan bahkan pernah ada event virtual yang dilakukan juga mengalami pembubaran oleh pihak pemerintah.

Sebenarnya para pelaku industri kreatif menginginkan diskusi terbuka dengan pemangku kepentingan dalam hal ini Bupati Banyumas hanya sekedar sharing untuk mencari solusi terbaik. Namun hal tersebut tidak pernah terjadi, meskipun hanya sekedar duduk bersama membicarakan hal tersebut.

"Untuk mencari solusi dengan duduk bersama pun tidak pernah ada, padahal dari pelaku seni sudah coba melakukan pertemuan dengan pihak terkait yang hanya bisa melarang, tapi mungkin tidak mendengar atau pura-pura tidak mendengar," katanya.

Padahal, lanjut Anunk bila pemerintah Kabupaten Banyumas mau bersinergi dengan industri kreatif dipastikan akan lebih maju dari yang sekarang terjadi. Menurutnya, kebijakan pemerintah Kabupaten Banyumas tidak ada solusi tentang masalah berkesenian.

Memasuki usianya yang ke-490 seharusnya Kabupaten Banyumas sudah jauh lebih maju, namun yang terjadi saat ini jauh dari harapan pegiat reggae di tanah Satria. Bahkan logo HUT Banyumas, mendapat kritikan dari pelaku seni yang bagus bila terjadi pada era 80an dan logo tersebut menjadi trending bagi pelaku seni di kota yang sudah melahirkan banyak seniman. (lij)